Thursday, January 05, 2006

Mengenang Setahun Tsunami


.: Potret suram yang merindukan kebahagian dan kedamaian :.

Siapa yang tak kenal Aceh, propinsi yang terletak diujung pulau sumatera ini yang tersohor dengan julukan “Serambi Mekah “. Negeri yang indah ini pernah menjadi mercusuar peradaban Islam di Nusantara. Bukan hanya peradaban serta masyarakatnya saja yang maju, akan tetapi sumber daya alam yang melimpah yang mengundang para decak kagum masyarakat dunia lainnya. Ternyata semua itu seakan sirna semua, lembaran-lembaran sejarah yang terus terjadi menambah deret panjang kesuraman yang silih berganti terus menerjang tanpa mengenal mereka itu anak-anak, para ibu, orang tua semua tak luput dari korban.

Perang Aceh-Belanda yang dimulai 6 April 1873 sampai dengan tahun 1914 saja menurut data dari pihak Belanda sendiri, telah menimbulkan korban pada pihak Belanda tewas 37.500 orang dan dari pihak Aceh sebanyak 70.000 orang. Bahkan ketika bekas luka itu belum kering Aceh kembali terpuruk dalam “ Revolusi Sosial “ pada tahun 1946 yang menewaskan 1500 anak negeri ini. Tak lama kemudian dalam kondisi yang serba miskin dan payah, masyarakat Aceh harus merelakan 4000 jiwa para syuhada yang melayang dalam peristiwa “ Darul Islam “ pada tahun 1953 sampai 1964. Bahkan terus meradang kesuraman itu dengan peristiwa “ DOM “ Daerah Operasi Militer yang dilakukan pemerintah pusat era kepemimpin soeharto pada tahun 1991 sampai 1998 yang sedikitnya 3500 sampai 5000 rakyat Aceh menjadi korban. Tidak sampai disini aja penderitaan berhenti, kesuraman yang menumpakan darah terus tertumpah dinegeri Tjut Nyak Dien ini. Kontak senjatan yang dilakukan oleh GAM yang memaksa pemerintah pusat menerjunkan kembali kekuatan tempuranya. Seakan-akan tumpahan darah, desingan peluruh dan dentuman meriam menjadi saksi mati yang terus menjadi ingatan rakyat Aceh dulu hingga kini.

Terakhir Allah kembali menguji masyarakat Aceh dengan musibah gempa tektonik yang berkekuatan 8.9 skala richter yang menyebabkan gelombang tsunami. Bencana terbesar sepanjang sejarah manusia ini menyapu sebagian besar pesisir Aceh hingga ke Sumatra utara yang menelan korban jiwa hingga 150.000 lebih, 70% infrastruktur rusak parah, jalan-jalan dan jembatan putus. Rumah-rumah, pasar-pasar, hotel-hotel hancur. Kota-kota di Aceh bagaikan kota mati, listrik padam, komunikasi putus , ratusan ribu aset pemerintah dan masyarakat bernilai kurang lebih 117 trilyun menjadi puing-puing yang berserakan.
Habis sudah yang dimiliki masyarakat Aceh, tidak ada lagi energi yang bisa membangkit kesuraman menjadi kebahagian dan kedamaian.

Sepanjan tahun 2005 ini secercah kebahagian dan kedamaian mulai terbit. Bencana tsunami menyadarkan semua pihak yang kini masih terlibat konflik. Pemerintah pun berusaha keras untuk membangun Aceh kembali , walaupun masih berjalan lambat dilapangan BRR ( Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi ) Badan yang dibentuk pemerintah untuk memulihkan Aceh masih jauh sekali dari harapan masyarakat Aceh. Disebuah rumah bekas tersapu gelombang tsunami baru-baru ini terpampang spanduk besar yang bertuliskan “ krue seumangat, sithon kalewat, rumoh tan meupat. Where are you BRR? What are you doing “ ( sudah setahun lewat, rumah tak dapat, dimana BRR? Apa kerja mu? Kontras sekali memang upaya pemulihan sudah berjalan satu tahun, ini diperparah lagi ketika salah satu wartawan media surat kabar nasional baru-baru ini datang ke gedung BRR, untuk meliput jalannya detik-detik setahun tsunami yang akan dihadiri oleh Bapak Presiden. Pemandangan bertolak belakang ketika dibelakang gedung BRR ini terlihat kondisi pengungsi yang memprihatikan, ketika petugas BRR asyik main dengan laptopnya, pengungsi sibuk memperbaiki tenda yang bocor. Ketika petugas BRR mendapat tunjangan perumahan, korban tsunami tidur diatas terpal plastic dengan menahan dinginnya udara musim hujan.

Sisi lain yang kini ditunggu sebagian besar masyarakat Aceh khususnya adalah kemauan kuat dari pihak yang bertikai yakni GAM dan Pemerintah RI untuk mematuhi Mou yang telah ditanda tangani di Helsinky pada 15 Agustus yang lalu. Walaupun nota kesepahaman ini menuai pro dan kontra, akan tetapi kondisi actual dilapangan sampai saat ini berjalan dengan baik. Kita semua berharap AMM ( Aceh Monitoring Mission ) ini bertindak adil dan tegas, tanpa memandang siapa yang melakukan pelanggaran pada tahapan-tahapan yang telah disepaki oleh kedua belah pihak.
Kita selaku anak bangsa berharap potret-potret suram yang menimpa saudara-saudara kita di Aceh segera sirna, semua pihak harus berpartisipasi untuk menjaga, melaksanakan dan mengawal semua upaya-upaya nyata yang mengarah untuk mencipatkan Aceh yang damai serta bahagia.

Setahun tsunami Aceh semoga memberi bekas yang mendalam untuk seluruh anak bangsa negeri ini, betapa hancur dan sedihnya segala cita-cita hancur dibawa gelombang air, kita hanya berharap semua ini merupakan upaya terbaik yang Allah berikan. Baik sangka dengan kebijakan Allah SWT merupakan sumber energi yang menghidupkan optisme hari esok, selalu ada harapan. Hal itulah yang dinasihatkan Nabi Ya’qub As kepada anak-anaknya agar mereka tidak putus harap mencari saudara mereka yang bernama Yusuf ; “ Hai anak-anakku pergilah kamu, maka carilah berita tentang yusuf dan saudaranya jangan berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir “ ( Qs; 12 : 87 )

Wallohu a’lam bi showab


Penulis ; dendy.w



Sumber ;
- Tsunami aceh, azab atau bencana, Apridar, Pustaka Al Kautsar februari 2005
- Aceh bersimbah darah, Al Chaidar, Pustaka Al Kautsar oktober 1998
- Media Indonesia, Senin 19 Desember 2005
- Majalah Saksi no.22 tahun VII, Agustus 2005
- Berbagai sumber

0 Comments:

Post a Comment

<< Home